TANGERANG – Benarkah naiknya harga beras dapat menyejahterakan petani?
Banyak orang mengira dengan kenaikan harga beras itu dapat menyejahterakan petani.
Tetapi petani di Gampong Nusa, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, malah merugi karena kenaikan harga beras.
Usman M Junet (65), Ketua Kelompok Tani Gampong Nusa mengatakan, kenaikan harga beras tidak mempengaruhi terhadap pendapatan petani di Gampong Nusa.
Tahun ini Kelompok Tani Gampong Nusa mengalami gagal panen akibat kemarau panjang.
Justru, kenaikan harga beras di saat petani gagal panen, malah membuat petani kesulitan karena mereka juga harus membeli beras dengan harga mahal.
“Harga gabah naik dari Rp 5.000 menjadi Rp 7.500, tapi kami di sini gagal panen. Tidak berpengaruh terhadap pendapatan kami sebagai petani padi,” kata Usman saat ditemui di Lhoknga, Senin (4/3/2024).
Dampak dari tak adanya bendungan irigasi, 25 hektare lahan di kampung mereka tidak bisa ditanami padi selama bertahun tahun. Keluhan yang sama juga dialami seorang petani Mahdani (55).
Ia mengatakan, hasil padi dari lahan seluas 3.500 meter persegi yang dia gunakan, hanya mendapatkan hasil panen lima karung gambah.
Petani itu menyebutkan bahwa panen kali ini bisa dikatakan rugi karena hanya dapat sekitar 100 kilogram.
Selain itu, hanya cukup untuk stok beras, rugi biaya bajak, bibit, tanam, dan panen
Mahdani merincikan bahwa biaya bajak sawah seluas 3.500 meter persegi setiap musim tanam hingga panen yaitu sebesar Rp 1.000.000 , biaya tanam Rp 700.000, bibit Rp 300.000, jasa tanam Rp 800.000 dan biaya panen Rp 1.000.000 jika kondisi padi tumbuh normal.
“Saat bajak, tanam, dan panen, harus kita gunakan jasa orang lain juga karena sistem tanam padi serentak di sini,” ujar Mahdani.
Penulis: Hansen Nathan Wijaya
Sumber: Kompas.com
Sumber Foto: Canva